Friday, September 29, 2017

Bukan Milik

apakah kau milikku?
kalau iya, kenapa aku merasa sendiri
aku merasa kau bukan lagi milikku
kamu perlahan jauh dari jangkauan ku
aku merasa sendiri, sepi, tersiksa juga kesepian
kalau kau memang milikku tidak seharusnya aku merasakan itu semua bukan?
Tuan tolong matikan semua rasa itu
pelukan mu adalah senjatanya
iya, aku butuh peluk mu

Garis Waktu : SEBUAH PERJALANAN MENGHAPUS LUKA [REVIEW]

Related image

Tentang Buku
Judul Buku : Garis Waktu
Penulis : Fiersa Besari
Penyunting : Juliagar R.N.
Penyunting Akhir : Agus Wahadyo
Desainer Cover : Budi Setiawan
Penerbit : Media Kita
Tahun Terbit : 2016
Tebal Buku : IV + 212 hlm; 13 x 19 cm
ISBN : 978-979-794-525-1

SINOPSIS
Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju,
akan ada saatnya kau bertemu dengan satu orang yang mengubah hidupmu untuk selamanya.
Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju,
akan ada saatnya kau terluka dan kehilangan pegangan.
Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju,
akan ada saatnya kau ingin melompat mundur pada titik-titik kenangan tertentu.
Maka, ikhlaskan saja kalau begitu.
Karena sesungguhnya, yang lebih menyakitkan dari melepaskan sesuatu adalah berpegangan pada sesuatu yang menyakitimu secara perlahan.

[REVIEW]

Buku Garis Waktu menceritakan perjalanan cinta Fiersa Besari atau yang lebih biasa dipanggil dengan sapaan Bung Fiersa. Di mulai dari beliau yang bertemu dengan seseorang yang memporak-porandakan dunianya, jatuh cinta, lalu menjalin keakraban, menjadi “tempat curhat”, pedekate, menjadi pasangan, lalu patah hati dan belajar mengikhlaskan. Diceritakan secara beruntun kisah ini dimulai dari bulan April tidak tertulis jelas pada tahun berapa.

Hidup adalah serangkaian kebetulan.
“kebetulan” adalah takdir yang menyamar. [hal.9]

Sebelum buku ini keluar saya sudah mengikutinya di sosial media yang Ia punya seperti di Instagram dan Sound Cloud. Bung Fiersa memang sangat aktif di sosial media terutama instagram. Bung sangat amat sering membuat kutipan-kutipan motivasi di akun instagramnya. Dan saat saya tahu beliau mengeluarkan sebuah buku tanpa fikir panjang saya langsung mencarinya.

Adalah matamu yang pertama kali berbicara, menembus pertahananku secara membabi buta. Kau diamkan tanganmu di dalam jabatanku selama beberapa detik. Aku idamkan tanganku di dalam genggamanmu untuk selamanya. [hal.11]

Buku ini memang berisi curhatan-curhatan Bung Fiersa yang sedang jatuh cinta lalu patah hati saat itu. Tapi karena buku ini dikemas dengan sangat apik saya jadi tidak berfikir bahwa Bung menjadi orang yang menyedihkan pada saat itu dan saya hanya berfikir bahwa buku ini sangat memotivasi orang orang yang sedang patah hati.

Aku yakin bahwa hatiku sudah ada di genggamanmu; menjadi hak milik untuk kau rawat, atau mungkin kau hancurkan. [hal.17]

Pada buku ini Bung tidak hanya menceritakan tentang “cintanya” namun Bung juga menceritakan peran keluarga serta sahabat-sahabatnya yang membantu dirinya mengahapus lukanya.

Tidak ada keluarga yang sempurna. Tapi, aku bersyukur lahir di keluarga ini dari rahim seorang perempuan yang mengagumkan. [hal.93]

Sahabat mencarimu ketika yang lain mencacimu. Mereka merangkulmu ketika yang lain memukulmu. [hal.191]

Cover buku ini pun sangat universal, pembaca laki-laki pun tidak akan malu membawa kemana pun buku ini dan membaca di ruang publik. Buku ini juga sangat banyak memiliki kata-kata yang indah dan penuh makna. Bacaan yang cocok untuk kalian yang siap jatuh cinta, patah hati, kehilangan lalu mengikhlaskan. Selamat Membaca!

Dulu, kita selalu mengucap kata sayang di penghujung malam.
Kini, kita tak lebih dari dua orang asing yang merindukan masa lalu secara diam-diam. [hal. 195]


Pada akhirnya, jemari akan menemukan genggaman yang tepat,
Kepala akan menemukan bahu yang tepat,
Hati akan menemukan rumah yang tepat. [hal.199]


Beberapa orang tinggal dalam hidupmu agar kau tau menghargai kenangan,
Beberapa orang tingggal dalam kenangan agar kau menghargai hidupmu. [hal.203]

Cinta bukan melepas, tapi merelakan.
Bukan memaksa, tapi memperjuangkan.
Bukan menyerah, tapi mengikhlaskan.
Bukan merantai, tapi memberi sayap. [hal.207]

xoxo